1.1 Pengertian Geografi Pembangunan
Perkataan geografi berasal dari bahasa Yunani : geo berarti bumi dan
graphein berarti tulisan. Jadi secara harfiah geografi berarti tulisan
tentang bumi. Geografi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari/ mengkaji bumi dan segala sesuatu yang ada di atasnya
seperti penduduk, fauna, flora, iklim, udara dan segala interaksinya.
Dengan kata lain geografi adalah studi tentang gejala-gejala di
permukaan bumi secara keseluruhan dalam hubungan interaksi dan keruangan
tanpa mengabaikan setiap gejala yang merupakan bagian dari keseluruhan
itu.
Pembangunan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja oleh suatu region
untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat dengan cara perencanaan
dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Geografi Pembangunan adalah cabang dari disiplin geografi yang
mempelajari/ menkaji mengenai keterkaitan antara proses pembangunan yang
dilakukan sesuatu region dengan keadaan alam serta penduduk region
tersebut. Atau dengan kata lain merupakan bagian dari ilmu geografi yang
mempelajari alam semesta dengan segala isinya (aspek keruangan
geografi) yang diperlukan untuk menyusun rancangan atau perencanaan
pembangunan.
1.2 Objek Formal dan Material
Setiap disiplin ilmu memilki obyek yang menjadi bidang kajiannya. Obyek
bidang ilmu tersebut berupa obyek matrial dan obyek formal. Obyek
material berkaitan dengan substansi materi yang dikaji, sedangkan obyek
formal berkaitan dengan pendekatan (cara pandang) yang digunakan dalam
menganalisis substansi (obyek material) tersebut.
Pada obyek material, antara bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu
yang lain dapat memiliki substansi obyek yang sama atau hampir
sama.Obyek material ilmu geografi adalah fenomena geosfer, yang meliputi
litosfer, hidrosfer, atmosfer, biosfer, dan antroposfer. Obyek materal
itu juga menjadi bidang kajian bagi disiplin ilmu lain, seperti geologi,
hidrologi, biologi, fisika, kimia, dan disiplin ilmu lain. Sebagai
contoh obyek material tanah atau batuan. Obyek itu juga menjadi bidang
kajian bagi geologi, agronomi, fisika, dan kimia.
Oleh karena itu untuk membedakan disiplin ilmu yang satu dengan disiplin
ilmu yang lain dapat dilakukan dengan menelaah obyek formalnya. Obyek
formal geografi berupa pendekatan (cara pandang) yang digunakan dalam
memahami obyek material. Dalam konteks itu geografi memilki pendekatan
spesifik yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain. Pendekatan spesifik itu
dikenal dengan pendekatan keruangan (spatial approach). Selain
pendekatan keruangan tersebut dalam geografi juga dikenali adanya
pendekatan kelingkungan (ecological approach), dan pendekatan kompleks
wilayah (regional complex approach).
Objek material geografi adalah yang mempelajari semua tentang fisik bumi
(geosfer) seperti atmosfer, litosfer, biosfer, hidrosfer, antroposfer,
dan pedosfer.Sedangkan objek formal geografi adalah cara memandang dan
cara berfikir objek material tersebut dari segi geografi, yaitu dan segi
keruangan, pola, sistem dan proses hal ini secara sederhana ditanyakan
dalam bentuk 5 W + IH. Menurut Helinga ada tiga hal yang pokok dalam
empelajari objek formal dari sudut pandang keruangan yaitu pola dari
gjala-gejala dimuka bumi (spatial Patterns). Keterkatian atau hubungtan
sesama antar gejala tersebut (spatial system), dan perkembangan atau
perubahan yang terjadi pada gejala (spatial Processes).
Objek kajian Geografi Material dan Formal saling terkait dan tidak dapat
berdiri sendiri, karena objek geografi formal merupakan metode atau
cara untuk mempelajari geografi material. Tidak hanya sekedar itu ia
juga membahas tentang interaksi dan interdependensi antara objek
material dan formal dalam kontek keruangan, kelingkungan, dan
kewilayahan.
1.3 Fase-fase Keterlibatan Geografi dalam Pembangunan
Fase-fase keterlibatan geografi dalam pembangunan dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
• Fase Studi Idiografis, yaitu masa sekitar zaman penjajah, pada zaman ini pembangunan dan keterbelakangan belum dibicarakan.
• Fase Nemotetik, yaitu sekitar periode tahun 1950 an, Pada fase ini
mulai membicarakan tentang pembangunan dengan tekanan pada distribusi
keruangan.
• Fase Struktural historis yaitu sekitar tahun 19600an dengan penekanan studi konteks keruangan keberbelakangan.
• Fase Sintesa dan dan peninjauan kembali fase ini dimulai tahun 1980-an
dengan meninjau kembali ide-ide geografi pembangunan yang nomotetik dan
studi tentang place pada tingkat mikro.
1.4 Sumbangan Ilmu Geografi dalam Pertimbangan Pembangunan
Dapat kita lihat bahwa dari tahun ke tahun ilmu geografi semakin
berperan dalam pembangunan dari mulai awalnya orang-orang tidak
mengetahui dan mengabaikan keterbelakangan sampai pada akhirnya orang
menyadari pentingnya spasial dan penelitian tentang kebijakan
perencanaan pembangunan yang berorientasi pada aspek geografipun di
perhatikan sehingga pada akhirnya geografi merupakan ilmu yang
interdeseplier terhadap masalah-masalah pembangunan dan keterbelakangan.
Contoh dari sumbangan ilmu Geografi dalam pertimbangan pembangunan adalah :
1. Geografi sebagai ilmu penelitian yang meneliti segala aspek keruangan
dalam munyusun rancangan atau perencanaan pembangunan. Tidak hanya
bernilai teoritis bagi kepentingan pembangunan dirinya sebagai suatu
ilmu melainkan dapat dimanfaatkan secara praktis bagi perencana dan
pembangunan daerah (regional).Peranan geografi sebagai ilmu penelitian
dimanfaatkan dalam aspek keruangan dalam suatu wilayah dalam menyusun
rancangan, perencanaan pembangunan wilayah yang bersangkutan.
2. Geografi sebagai bidang inkuiri, tidak hanya merangsang untuk
berpikir melainkan dapat mempertajam penghayatan terhadap apa yang
terjadi di permukaan bumi. Dengan kata lain geogarfi memiliki nilai
edukatif bagi yang mempelajarinya (meningkatkan kognisi,afeksi dan
psikomotor). Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan SDM pelaksana
pembangunan.
3. Geografi sebagai ilmu tata guna tanah yang diperlukan dalam menata
ruang permukaan bumi. Contohnya saja dalam tata guna lahan, geografi,
dapat melakukan organisasi keruangan (spatial organization). Geografi
membantu planologi dalam analisis faktor-faktor geografi untuk menata
ruang, misalnya berapa persen untuk pemukiman, untuk industri,
perkantoran, dan lain lain dengan bantuan data geografi. Oleh sebab itu
geografi tidak hanya menunjang secara pasif terhadap pembangunan
melainkan berperan aktif memberikan data dan informasi tentang
aspek-aspek atau faktor-faktor geografi yang menjadi landasan
pembangunan.
4. Geografi sebagai ilmu yang membahas bidang fisik (Ilmu Pengetahuan
Alam) dan non fisik (Ilmu Pengetahuan Sosial). Hakekat studi geografi
yang mempelajari dunia nyata baik yang berkenaan dengan kehidupan
manusia maupun lingkungan alamnya. Dengan demikian geografi tidak bisa
dikotomi menempati salah satu bidang ilmu pengetahuan alam atau ilmu
pengetahuan sosial.
5. Sehingga studi geografi tidak hanya mengkhususkan diri mempelajari
alam (udara, air, batuan, gempa dan sebagainya) melainkan untuk
mengungkapkan pentingnya alam bagi kehidupan manusia. Sumbangannya bagi
pembangunan adalah dengan memperhatikan aspek geografi dalam pembangunan
menjadi renungan manusia untuk tidak sembarangan mengolah alam yang
pada akhirnya hanya akan merugikan manusia.
Dapat kita lihat bahwa dari tahun ke tahun ilmu geografi semakin
berperan dalam pembangunan dari mulai awalnya orang-orang tidak
mengetahui dan mengabaikan keterbelakangan sampai pada akhirnya orang
menyadari pentingnya spasial dan penelitian tentang kebijakan
perencanaan pembangunan yang berorientasi pada aspek geografipun di
perhatikan sehingga pada akhirnya geografi merupakan ilmu yang
interdeseplier terhadap masalah-masalah pembangunan dan keterbelakangan.
Peranan geografi sebagai ilmu penelitian dimanfaatkan dalam aspek
keruangan dalam suatu wilayah dalam menyusun rancangan, perncanaan
pembangunan wilayah yang bersangkutan. Contohnya saja dalam tata guna
lahan, geografi, dapat melakukan organisasi keruangan (spatial
organization). Geografi membantu planologi dalam analisis faktor-fator
geografi untuk menata ruang, misalnya berapa persen untuk pemukiman,
untuk industri, perkantoran, dan lain lain dengan bantuan data geografi.
1.5 Lingkup Keterlibatan Geografi dalam Pembangunan
Sejauh ini ruang lingkup atau skop keterlibatan geografi dalam
pembangunan mencakup kegiatan penelitian perencanaan analisis dan
evaluasi. Geografi berusaha meneliti dan mendeskripsikan semua fenomena
geografi menganalisis dampak, dan mengevaluasi hasil pembangunan.
Hal ini wajar karena objek kajian geografi itu sendiri mencakup objek
materil dan formal, artinya geografi harus mempu melakukan tugasnya
meneliti, merencanakan, menganalisis dan mengevaluasi suatu fenomena
yang sangat berguna bagi pembangunan.
Ruang lingkup geografi sebagai berikut :
• Distribusi dan hubungan timbal balik antara manusia di permukaan bumi
dengan aspek-aspek keruangan permukiman penduduk dan kegunaan dari bumi.
• Hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungan fisiknya sebagai bagian studi perbedaan area.
• Kerangka kerja regional dan analisis wilayah secara spesifik.
BAB II. PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN
2.1 Perbedaan Istilah Pertumbuhan dan Pembangunan
Pertumbuhan Pembangunan
adalah kemampuan suatu region adalah usaha yang dilakukan
untuk menumbuhkembangkan dengan sengaja oleh suatu
dirinya sendiri baik karena region untuk memperbaiki
pengaruh dari dalam region kondisi kehidupan masyarakat
(internal) maupun karena dengan cara perencanaan
pengaruh dari luar region dalam segala aspek
(eksternal). kehidupan masyarakat.
2.2 Konsep-konsep Paradigma Pembangunan
Paradigma berupa kumpulan konsep, nilai, persepsi, dan praktik yang
dimiliki bersama oleh suatu komunitas yang membentuk suatu visi realitas
yang menjadi landasan bagaimana komunitas itu mengatur dirinya sendiri.
Pembangunan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja oleh suatu region
untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat dengan cara perencanaan
dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Paradigma Pembangunan adalah kumpulan konsep, nilai, persepsi, dan
praktik yang dimiliki bersama oleh suatu komunitas yang membentuk suatu
visi realitas yang menjadi landasan untuk memperbaiki kondisi kehidupan
masyarakatnya.
Di Indonesia yang menjadi paradigma pembangunan adalah Pancasila.
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolak ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia.
Konsep-konsep Paradigma Pembangunan berdasarkan Pancasila adalah :
a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan Keamanan
Pengertian paradigma secara komprehensif yaitu merupakan kesamaan
pandang keilmuan yang didalamnya tercakup asumsi-asumsi,
prosedur-prosedur dan penemuan-penemuan yang diterima oleh sekelompok
ilmuan dan secara berbarengan menentukan corak/pola kegiatan ilmiah yang
tetap. Selain itu, paradigma juga diartikan sebagai keseluruhan
kumpulan (konstelasi) kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) dan
sebagainya yang dianut warga suatu komunitas tertentu.
Menurut Harvey dan Holly pengertian paradigma dibedakan atas tiga macam pengertian yaitu:
1. Paradigma Metafisika atau metaparadigm yang menggambarkan pandangan
secara global keseluruhan sebuah ilmu, dimana mempunyai fungsi dasar
yaitu, menetapkan apa saja yang sebenarnya (dan yang bukan ) menjadi
urusan masyarakat ilmiah tertentu, memberi petunjuk kepada ilmuwan
kearah mana melihat (dan arah mana yang tidak usah dilihat) agar
menemukan apa-apa yang sebenarnya menjadi urusannya, serta memberi
petunjuk kepada ilmuwan apa yang dapat diharapkan untuk ditemukan jika
ia mendapatkan dan menyelidiki apa-apa yang sebenarnya menjadi urusan
dalam bidang ilmunya.Paradigma ini mencakup wilayah konsensus paling
luas dalam suatu disiplin dan menetapkan bagian-bagian wilayah
penelitian.
2. Paradigma Sosiologis, pengertiannya hanya terbatas pada keberhasilan
ilmiah yang konkret yang mendapat pengakuan secara universal.
3. Paradigma Artefak atau Construct paradigm mengandung artian paling
sempit, yang dapat berarti apa-apa yang secara khas (spesifik) termuat
dalam suatu buku, instrumen ataupun hasil karya pengetahuan klasik.
Secara konseptual paradigma Artefak ada dalam lingkup cakupan paradigma
Sosiologis, dan paradigma Sosiologis ada dalam lingkup cakupan
Metaparadigm.
Dari segi ini ternyata geografi sosial sebagai ilmu telah mengalami
berbagai periode perkembangannya. Masing-masing periode menunjukkan
kesamaan karakter persepsi terhadap apa yang disebut sebagai suatu
Paradigma.Contoh paradigma dalam geografi sosial antara lain yaitu :
1. Paradigma Determinisme lingkungan yang dikembangkan oleh Ratzel
2. Paradigma atau faham Posibilitis sekaligus sebagai salah satu pengembang paradigma regional yang dikembangkan oleh Vidal
3. Paradigma Bentang alam budaya yang juga menerapkan pendekatan kesejahteraan yang dikembangkan oleh Saver
4. Paradigma Regional di Amerika yang dikembangkan oleh Hatshorne
5. Paradigma Keruangan yang dikembangkan oleh Schaefer yang merupakan penganut positivisme ilmu
Sebenarnya perkembangan keilmuan yang terjadi pada ilmu pengetahuan
bersifat evolutif dan berjalan melalui kurun waktu yang relatif panjang
sehingga perkembangan-perkembangan yang telah berkembang sebelumnya,
sejalan dengan perkembangan kualitas ilmu pengetahuan beserta alat-alat
bantu penelitian dan analisisnya.
Periode Perkembangan Paradigma-paradigma Tradisional
Pada masa paradigma tradisional muncul 3 macam paradigma dalam studi
geografi. Secara garis besarnya dimulai sebelum tahun 1960-an, antara
lain:
1. Paradigma Eksplorasi
2. Paradigma Environmentalisme
3. Paradigma Regionalisme
Masing-masing paradigma ini menunjukkan sifat-sifatnya sendiri dan
produknya yang merupakan pencerminan perkembangan suatu tuntutan
kehidupan serta pencerminan perkembangan teknologi penelitian serta
analisis yang ada.
a. Paradigma eksplorasi
Menunjukkan proses perkembangan awal dari pada “geographical thought”
yang pernah dikenal arsipnya. Kekuasaan paradigma ekplorasi ini terlihat
dari upaya pemetaan-pemetaan, penggambaran-penggambaran tempat-tempat
baru yang belum banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta baru yang
belum banyak diketahui dan pengumpulan tempat-tempat baru yang belum
banyak diketahui dan pengumpulan fakta-fakta dasar yang berhubungan
dengan daerah-daerah baru. Dari kegiatan inilah kemudian muncul
tulisan-tulisan atau gambaran-gambaran, peta-peta daerah baru yang
sangat menarik dan menumbuhkan motivasi yang kuat bagi para peneliti
untuk lebih menyempurnakan produk yang sudah ada, baik berupa tulisan
maupun peta-petanya.
Penemuan-penemuan daerah baru yang sebelumnya belum banyak dikenal oleh
masyarakat barat mulai bermunculan pada saat itu. Sifat dari pada produk
yang dihasilkan berupa deskriptif dan klasifikasi daerah baru beserta
fakta-fakta lapangannya. Suatu hal yang mencolok adalah sangat
terbatasnya latar belakang teoritis yang mendasari penelitian-penelitian
yang dilaksanakan.
Inilah sebabnya ada beberapa pihak yang menganggap bahwa untuk menyebut
perkembangan “geographical thought” atau pikiran/ gagasan secara
geografi sebagai suatu deskripsi sederhana tentang apa yang diketahui
dan dihasilkan dari pengaturan (ordering) dan klasifikasi
(classification) data yang masih sangat sederhana.
b. Paradigma Environmentalisme
Paradigma ini muncul sebagai perkembangan selanjutnya dari metode
terdahulu. Pentingnya sajian yang lebih akurat dan detail telah menuntut
peneliti-peneliti pada masa ini untuk melakukan pengukuran-pengukuran
lebih mendalam lagi mengenai elemen-elemen lingkungan fisik dimana
kehidupan manusia berlangsung. Paradigma ini terlihat mencuat pada akhir
abad sembilan belas, dimana pendapat mengenai peranan yang besar dari
“lingkungan fisik” terhadap pola-pola kegiatan manusia di permukaan bumi
bergaung begitu lantang (geographical determinism). Bahkan, sampai
pertengahan abad dua puluh saja, ide-ide ini masih terasa gemanya.
Bentuk-bentuk analisis morfometrik dan analisis sebab-akibat mulai
banyak dilakukan. Dalam beberapa hal “morphometric analysis” pada taraf
mula ini berakar pada “cognitive description”dimana pengembangan sistem
geometris, keruangan dan koordinat yang dikerjakan telah membuahkan
sistematisasi dan klasifikasi data yang lebih lengkap, akurat
dibandingkan dengan tehnik-tehnik terdahulu.
Muncul analisis newtwork untuk mempelajari pola dan bentuk-bentuk kota
misalnya, merupakan salah satu contohnya dan kemudian sampai batas-batas
tertentu dapat digunakan untuk membuat prediksi (model-model
prediksi)dan simulasi. Untuk ini, karya Walter Christaller (1993)
merupakan contoh yang baik. Upaya untuk menjelaskan terkondisinya
fenomena-fenomena tertentu, khususnya “human phenomena” oleh
elemen-elemen lingkungan fisik mulai dikerjakan lebih baik dan
sistematik. Akar daripada latar belakang analisis hubungan antara
manusia dan lingkungan alam bermulai disini.
Perkembangannya kemudian nampak bahwa analisis hubungan antara manusia
dengan lingkungan alam telah memunculkan bentuk-bentuk lain di dalam
menempatkan manusia pada ekosistem. Manusia tidak lagi sepenuhnya
didekte oleh lingkungan alam tetapi manusia mempunyai peranan yang lebih
besar lagi di dalam menentukan bentuk-bentuk kegiatannya di permukaan
bumi (geographical possibilism dan probabilism).
c. Paradigma Regionalisme
Perkembangan terakhir dari periode paradigma tradisional adalah
paradigma Regionalisme. Disini nampak unsur “fact finding tradition of
exploration” di satu sisi dan upaya memunculkan sistesis hubungan
manusia dan lingkungannya di sisi lain nampak mewarnai paradigma ini.
Konsep-konsep region bermunculan sebagai dasar pengenalan ruang yang
lebih detail.
Wilayah ditinjau dari segi tipenya (formal and functional regions)
wilayah ditinjau dari segi hirarkinya (the 1st order, the 2nd order,
the3rd order, etc. Regions) dan wilayah ditinjau dari segi kategorinya
(single topic, duoble topic, combine topic, multiple topic, total,
regions) adalah beberapa contoh konsep-konsep yang muncul sejalan dengan
berkembangnya paradigma regionalisme ini, dalam membantu analisis.
Disamping itu “temporal analysis” sebagai salah satu bentuk “causal
analysis” berkembang pula pada periode ini (Rostow, 1960; Harvey, 1969).
2.3 Pendekatan Pembangunan dalam Kajian Geografi
Secara teoritis, dalam menelaah suatu persoalan keruangan, geografi memiliki tiga pendekatan utama yaitu :
1. Analisis spasial (keruangan)
Pendekatan ini mengkaji persebaran dan penggunaan ruang.
2. Analisis ekologis
Pendekatan ini lebih mengkaji konsep ekosistem dan mempelajari organisme
hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan serta lingkungan seperti
litosfer, hidrosfer dan atmosfer.
3. Analisis komplek regional sebagai gabungan dari pendekatan 1 dan 2.
Pendekatan ini merupakan cara yang lebih tepat digunakan untuk menelaah
fenomena geografis yang memiliki tingkat kerumitan tinggi karena
banyaknya variable pengaruh dan dalam lingkup multi dimensi (ekonomi,
social, budaya, politik dan keamanan). Salah satu contoh adalah telaah
tentang pengembangan atau pembangunan suatu wilayah.
a. Pendekatan Keruangan.
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis
yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang
dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial
structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess)
(Yunus, 1997).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan strutkur,
pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan
elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan
dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features),
(2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal
features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada
permasalahan susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu
dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1. What? Struktur ruang apa itu?
2. Where? Dimana struktur ruang tesebut berada?
3. When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk sperti itu?
4. Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?
5. How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
6. Who suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur
Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan
manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu
selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan
datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk
ruang. Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan
sendiri-sendiri, baik secara implisit maupun eksplisit dalam hal agihan
keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti cluster pattern,
random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk
kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985;
Yunus, 1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang
(linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern),
kenampakan membulat (rounded pattern), empat persegi panjang
(rectangular pattern), kenampakan gurita (octopus shape pattern),
kenampakan bintang (star shape pattern), dan beberapa gabungan dari
beberapa yang ada. Keenam bentuk pertanyaan geografi dimuka selalu
disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk
ruang dana ruang. Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu
terkait dengan dengan dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal
ini minimal harus ada dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar
analisis terhadap fenomena yang dipelajari.
Kerangka analisis pendekatan keruangan dapat dicontohkan sebagai berikut.
“….belakangan sering dijumpai banjir dan tanah longsor. Bencana itu
terjadi di kawasan hulu sungai Konto Pujon Malang. Bagaimana memecahkan
permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan keruangan?
Untuk itu diperlukan kerangka kerja studi secara mendalam tentang
kondisi alam dan masyarakat di wilayah hulu sungai Konto tersebut. Pada
tahap pertama perlu dilihat struktur, pola, dan proses keruangan kawasan
hulu sungai Konto tersebut. Pada tahap ini dapat diidentifikasi
fenomena/obyek-obyek yang terdapat di kawasan hulu sungai Konto. Setelah
itu, pada tahap kedua dapat dilakukan zonasi wilayah berdasarkan
kerakteristik kelerengannya. Zonasi itu akan menghasilkan zona-zona
berdasarkan kemiringannya, misalnya curam, agak curam, agak landai,
landai, dan datar.
Berikut pada tahap ketiga ditentukan pemanfaatan zona tersebut untuk
keperluan yang tepat. Zona mana yang digunakan untuk konservasi,
penyangga, dan budidaya. Dengan demikian tidak terjadi kesalahan dalam
pemanfaatan ruang tersebut. Erosi dan tanah langsung dapat dicegah, dan
bersamaan dengan itu dapat melakukan budidaya tanaman pertanian pada
zona yang sesuai.
Studi fisik demikian saja masih belum cukup. Karakteristik penduduk di
wilayah hulu sungai Konto itu juga perlu dipelajari. Misalnya jenis mata
pencahariannya, tingkat pendidikannya, ketrampilan yang dimiliki, dan
kebiasaan-kebiasaan mereka. Informasi itu dapat digunakan untuk
pengembangan kawasan yang terbaik yang berbasis masyarakat setempat.
Jenis tanaman apa yang perlu ditanam, bagaimana cara penanamannya,
pemeliharaannya, dan pemanfaatannya. Dengan pendekatan itu terlihat
interelasi, interaksi, dan intergrasi antara kondisi alam dan manusia di
situ untuk memecahkan permasalahan banjir dan tanah longsor.
b. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach).
Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi
ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan
varaibel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka
analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan
lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan (1) fenomena
yang didalamnya terliput fenomena alam beserta relik fisik tindakan
manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan
nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan.
Dalam sistematika Kirk ditunjukkan ruang lingkup lingkungan geografi
sebagai berikut. Lingkungan geografi memiliki dua aspek, yaitu
lingkungan perilaku (behavior environment) dan lingkungan fenomena
(phenomena environment). Lingkungan perilaku mencakup dua aspek, yaitu
pengembangan nilai dan gagasan, dan kesadaran lingkungan. Ada dua aspek
penting dalam pengembangan nilai dan gagasan geografi, yaitu lingkungan
budaya gagasan-gagasan geografi, dan proses sosial ekonomi dan perubahan
nilai-nilai lingkungan. Dalam kesadaran lingkungan yang penting adalah
perubahan pengetahuan lingkungan alam manusianya.
Lingkungan fenomena mencakup dua aspek, yaitu relik fisik tindakan
manusia dan fenomena alam. Relic fisik tindakan manusia mencakup
penempatan urutan lingkungan dan manusia sebagai agen perubahan
lingkungan. Fenomena lingkungan mencakup produk dan proses organik
termasuk penduduk dan produk dan proses anorganik.
Studi mandalam mengenai interelasi antara fenomena-fenomena geosfer
tertentu pada wilayah formal dengan variabel kelingkungan inilah yang
kemudian diangap sebagai ciri khas pada pendekatan kelingkungan. Keenam
pertanyaan geografi tersebut selalu menyertai setiap bentuk analisis
geografi. Sistematika tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kerangka umum analisis pendekatan kelingkungan dapat dicontohkan sebagai berikut.
Masalah yang terjadi adalah banjir dan tanah longsor di Ngroto Pujon
Malang. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat
diawali dengan tindakan sebagai berikut. (1) mengidentifikasi kondisi
fisik di lokasi tempat terjadinya banjir dan tanah longsor. Dalam
identifikasi itu juga perlu dilakukan secara mendalam, termasuk
mengidentifikasi jenis tanah, tropografi, tumbuhan, dan hewan yang hidup
di lokasi itu. (2) mengidentifikasi gagasan, sikap dan perilaku
masyarakat setempat dalam mengelola alam di lokasi tersebut. (3)
mengidentifikasi sistem budidaya yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup (cara bertanam, irigasi, dan sebagainya). (4)
menganalisis hubungan antara sistem budidaya dengan hasil dan dampak
yang ditimbulkan. (5) mencari alternatif pemecahan atas permasalahan
yang terjadi.
Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingungan mendapat peran yang
penting untuk memahami fenomena geosfer. Dengan pendekatan itu fenomena
geosfer dapat dipahami secara holistik sehingga pemecahan terhadap
masalah yang timbul juga dapat dikonsepsikan secara baik.
c. Pendekatan Kompleks Wilayah
Permasalahan yang terjadi di suatu wilayah tidak hanya melibatkan elemen
di wilayah itu. Permasalahan itu terkait dengan elemen di wilayah lain,
sehingga keterkaitan antar wilayah tidak dapat dihindarkan. Selain itu,
setiap masalah tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Faktor
determinannya bersifat kompleks. Oleh karena itu ada kebutuhan
memberikan analisis yang kompleks itu untuk memecahkan permasalahan
secara lebih luas dan kompleks pula.
Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, salah satu alternatif dengan
menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan itu merupakan
kombinasi antara pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua. Oleh
karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat multivariate, maka
kajian bersifat hirisontal dan vertikal. Kajian horisontal merupakan
analisis yang menekankan pada keruangan, sedangkan kajian yang bersifat
vertikal menekankan pada aspek kelingkungan. Adanya perbedaan antara
wilayah yang satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan hubungan
fungsional antara unit-unit wilayah sehingga tercipta suatu wilayah,
sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan
yang multivariate juga.
Kerangka umum analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan sebagai berikut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memecahkan masalah
urbanisasi. Masalah itu merupakan masalah yang kompleks, melibatkan dua
wilayah, yaitu wilayah desa dan kota. Untuk memecahkan masalah itu dapat
dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
1. menerapkan pendekatan keruangan, seperti dicontohkan pada pendekatan pertama
2. menerapkan pendekatan kelingkungan, sebagaimana dicontohkan pada pendekatan kedua
3. menganalisis keterkaitan antara faktor-faktor di wilayah desa dengan di kota
2.4 Hasil Pertumbuhan dan Pembangunan Suatu Wilayah
Di Riau sendiri telah dilaksanakan usaha pertumbuhan dan pembangunan yaitu ditandai dengan :
1. Pembangunan Bangunan Fisik (Sarana dan Prasarana Umum).
Pembangunan gedung-gedung pemerintahan, rumah sakit umum, sekolah,
jalan, pasar, jembatan, perumahan dan lainnya menjadi prioritas
pembangunan fisik di Riau.
2. Dibangunnya Bank Pembangunan Daerah Riau
Tujuannya untuk menjadi mitra usaha penduduk, untuk mendorong
pertumbuhan daerah, dan sebagai bank kebanggaan masyarakat Riau dan
Kepulauan Riau.
VISI RIAU 2020
Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan
Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir dan
Batin, di Asia Tenggara Tahun 2020
Untuk memberikan gambaran secara nyata sebagai upaya penjabaran Visi
Pembangunan Riau 2020, maka perlu visi antara dalam Visi 5 tahunan agar
setiap tahap untuk periode pembangunan jangka menengah tersebut dapat
dicapai sesuai dengan kondisi, kemampuan dan harapan yang ditetapkan
berdasarkan ukuran-ukuran kinerja pembangunan. Untuk itu pada tahun 2004
- 2008 ke depan sebagai penggalan lima tahunan kedua dari RENSTRA
Provinsi Riau Tahap Pertama periode Tahun 2001 - 2003 guna mewujudkan
Visi Pembangunan Riau 2020 secara berkelanjutan dan konsisten, maka
dirumuskan visi antara sebagai berikut :
Terwujudnya Pembangunan Ekonomi yang Mengentaskan Kemiskinan,
Pembangunan Pendidikan yang Menjamin Kehidupan Masyarakat Agamis dan
Kemudahan Aksesibilitas, dan Pengembangan Kebudayaan yang Menempatkan
Kebudayaan Melayu secara Proporsional dalam Kerangka Pemberdayaan.
MISI PEMBANGUNAN DAERAH
Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Provinsi Riau selama kurun waktu 2004 -
2008, sebagai tahapan kedua dalam perwujudan Visi Pembangunan Riau
2020, maka ke depan Misi Pembangunan Riau yang dilaksanakan bertumpu
pada komitmen yang tertuang sebagai berikut :
a. Terwujudnya kredibilitas Pemerintah Daerah dengan kemampuan
profesional, moral dan keteladanan pemimpin dan aparat (reinventing
government);
b. Terwujudnya Supremasi Hukum (Law Enforcement) dan penegakan Hak Azasi Manusia;
c. Terwujudnya keseimbangan pembangunan antar wilayah (spread of development equilibrium between region);
d. Terwujudnya perekonomian berbasis potensi sumberdaya daerah dan
pemberdayaan ekonomi kerakyatan (empowerment of economic society);
e. Terwujudnya sarana dan prasarana untuk menciptakan kehidupan masyarakat agamis.
f. Terwujudnya kualitas sumberdaya manusia dengan penekanan kemudahan
memperoleh pendidikan, peningkatan mutu dan manajemen pendidikan dasar,
menengah, kejuruan, dan pendidikan tinggi, kemudahan memperoleh
pelayanan kesehatan yang berkualitas, serta pembangunan agama, seni
budaya dan moral (human resources development);
g. Terwujudnya kemudahan untuk mengakses dalam bidang transportasi,
produksi, komunikasi dan informasi serta pelayanan publik (accessibility
on infrastructure and public service);
h. Terwujudnya sebuah payung kebudayaan daerah, yakni kelangsungan budaya Melayu secara komunitas dalam kerangka pemberdayaannya
Sejak otonomi daerah, Riau mulai mengadakan pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah kota. Pembangunan di Riau ditandai dengan :
a. Semakin banyak pusat perbelanjaan, hotel dan industri lainnya.
b. Makin banyaknya penanam modal (investor) baik dari dalam maupun luar negeri.
c. Banyaknya pembangunan sarana dan prasarana umum.
Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Riau tahun
2006 pembangunan yang dilakukan sepanjang tahun 2006 s/d 2007 adalah
sebagai berikut pembangunan di sektor:
a. Akses Pendidikan.
b. Pelayanan Kesehatan.
c. Pemerataan Pembangunan Infrastruktur Kota.
d. Jalan,Jembatan,dan Terminal (akses Transportasi)
e. Pengentasan Kemiskinan
f. Penciptaan Lapangan Kerja guna mengurangi tingkat pengangguran.
g. Lingkungan Hidup (Taman kota dan Drainase).
Upaya yang dilakukan saat ini, secara bertahap dan konsisten tetap
dilaksanakan melalui program dan budget sharing antara Pemerintah
Provinsi Riau dan Pemerintah Kab/Kota Se Provinsi Riau. Hal ini didasari
agar terciptanya kesamaan arah dan kebijakan serta upaya akselarasi
dalam pencapaian target dan sasaran pembangunan yang diinginkan.
Berbagai indikator pembangunan yang terukur pada beberapa tahun terakhir
dapat pula kiranya menjadi bahan evaluasi bagi kita semua dalam rangka
penguatan Perencanaan Pembangunan tahun 2009 dan tahun-tahun berikutnya,
seperti Pertumbuhan Ekonomi Riau tanpa migas pada tahun 2007
berdasarkan angka sementara sebesar ± 8,22% yang berada diatas rata-rata
Nasional dan rata-rata Sumatera.
Dari indikator pertumbuhan penduduk menggambarkan bahwa pada periode
2000 - 2005 pertumbuhan penduduk Riau sebesar 4,05% sedangkan pada tahun
2006 sebesar 4,01%, dan berdasarkan perhitungan sementara pada tahun
2007 naik menjadi 5,23%, angka ini berada jauh diatas rata-rata
pertumbuhan Nasional yaitu ± 1,34%.
Selanjutnya apabila diukur dari kontribusi lapangan usaha, maka
pertanian, industri dan perdagangan memberikan kontribusi sebesar 81,57%
dan demikian pula dilihat dari mata pencaharian utama penduduk Provinsi
Riau bahwa 52,18% di sektor pertanian, dan hal ini menginsyaratkan
kepada kita semua bahwa pedesaan dengan sektor pertanian merupakan
potensi utama yang perlu dan harus kita gerakan secara bersama untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, disamping pembangunan di
wilayah-wilayah perkotaan yang memiliki spesifikasi kebutuhan
pembangunan yang berbeda pula.
Oleh karena itu, pada tahun 2009 dan tahun-tahun mendatang perhatian
pada sektor pertanian yang didukung sektor industri perlu ditumbuh
kembangkan seperti penguatan komoditas unggulan dimasing-masing sub
sektor yang berorientasi pada agribisnis dan agroindustri yang perlu di
kelola secara professional seperti budidaya ternak sapi, budidaya
perikanan, operasi pangan Riau Makmur (OPRM) dengan target 100.000
hektar lahan pertanian disamping kegiatan peremajaan kebun rakyat dan
lain-lainnya.
Selanjutnya, dari indikator pengangguran terbuka, juga menunjukkan trend
yang semakin menurun, dimana pada tahun 2005 sebesar 13,91 % sedangkan
sampai dengan Februari 2006 menurun menjadi 11,45% dan sampai pada bulan
Maret Tahun 2007 sebesar 10,39%. Upaya penanggulangan pengangguran
tersebut sangat dipengaruhi oleh terbukanya kesempatan kerjamelalui
investasi dari Dunia Usaha dan perbankan serta dukungan Pemerintah
melalui penguatan keterampilan dan keahlian tenaga kerja, disamping
penguatan modal usaha serta upaya masyarakat didalam kemandiriannya.
BAB III. INDIKATOR PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN
3.1 Perbedaan Prisip Dasar Indikator Pertumbuhan dan Pembangunan
Indikator Pertumbuhan adalah : naiknya pendapatan perkapita penduduk.
Semakin tinggi pendapatan perkapita penduduk maka semakin tinggi
pertumbuhan yang terjadi, sebaliknya semakin rendah pendapatan perkapita
penduduk maka semakin rendah pula tingkat pertumbuhan yang terjadi di
wilayah tersebut.
Indikator Pembangunan adalah :
a. Indikator Ekonomi
b. Indikator Sosial
Perbedaan antara keduanya adalah : pada pertumbuhan kita membahas
mengenai aspek perekonomian saja akan tetapi pada pembangunan yang
dibahas tidak hanya aspek ekonomi saja melainkan aspek lain seperti
aspek kependudukan, pendidikan, layanan kesehatan, pemukiman dan
aspek-aspek fisis seperti lahan, hidrografi, sumber daya alam dan
seterusnya.
3.2 Data Sekunder tentang Pertumbuhan dan Data IPM suatu Wilayah
Data Sekunder, adalah data-data yang yang diperoleh secara tidak
langsung dalam kegiatan penelitian. Data sekunder dapat diperoleh dari
sensus pendidikan, laporan data pendidikan dari kantor dinas pendidikan
dan departemen pendidikan, statistik yang berasal dari monografi dan
demografi desa dan juga hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Data sekunder didapatkan dari sumber jurnal pendidikan,
buku, dan sumber lain yang secara instidental ditemukan. Sumber sekunder
juga dapat diperoleh dari media masa (koran) dan lembaran maya
(internet).
Data Sekunder Pertumbuhan
(Pendapatan Perkapita)
Lihat pada Lampiran
3.3 Laporan tentang Pertumbuhan dan Pembangunan Suatu Wilayah
Besaran PDRB Antar Daerah
Beberapa kabupaten/kota di Provinsi Riau mempunyai PDRB yang sangat
besar, daerah-daerah ini dapat dianggap sebagai daerah kantong. Dukungan
utama PDRB daerah-daerah kantong terutama berasal dari minyak dan gas.
Jika dilihat dari distribusi besaran PDRB, daerah ini akan terlihat
menjadi outlier (gambar 2)
Produksi migas di provinsi Riau terutama terpusat di tiga kabupaten;
Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Rokan Hilir. Pada
tahun 2006 kontribusi ketiga kabupaten ini sekitar 38 persen total PDRB
Provinsi Riau dari sektor migas.
Dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Riau, Kabupaten Bengkalis mempunyai
PDRB terbesar. Nilai PDRB Kabupaten Bengkalis termasuk migas atas dasar
harga berlaku pada tahun 2006 sebesar 47,30 triliun rupiah atau 28,18
persen dari total 11 kabupaten/kota. Kabupaten berikutnya adalah
Kabupaten Siak, dan Kabupaten Rokan Hilir, dengan nilai PDRB
masing-masing 26,19 triliun rupiah dan 18,35 triliun rupiah atau
masing-masing 15,61 persen dan 10,93 persen dari total 11
Kabupaten/Kota. Kabupaten yang mengalami PDRB terkecil adalah Kabupaten
Kuantan Singingi dan Kota Dumai, dengan nilai PDRB 6,65 triliun rupiah
dan 4,93 triliun rupiah, atau keduanya masih di bawah 5 persen dari
total PDRB kabupaten/kota se-Provinsi Riau.
PDRB Per Kapita
PDRB per kapita digunakan untuk menggambarkan nilai output tiap-tiap
penduduk di suatu wilayah. PDRB per kapita yang lebih tinggi menyebabkan
tingkat kemakmuran yang lebih tinggi juga bagi daerah. Dengan kata
lain, PDRB per kapita merupakan gambaran kemakmuran suatu daerah.
Berdasarkan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku dengan migas,
ternyata Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Rokan Hilir
masih merupakan kabupaten yang mempunyai besaran per kapita tertinggi
dengan nilai masing-masing 66,78 juta rupiah; 47,20 juta rupiah; dan
43,53 juta rupiah (lihat tabel 4.1).Dikarenakan besarnya sumber daya
alam dan mineral, terutama migas, menjadikan PDRB per kapita Kabupaten
Bengkalis, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Rokan Hilir berada jauh di atas
rata-rata PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Bila migas dikeluarkan dari hitungan, besaran per kapita Kabupaten
Bengkalis, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Rokan Hilir, masing-masing
hanya sebesar 14,41 juta rupiah; 18,20 juta rupiah; dan 19,03 juta
rupiah atau jauh di bawah Kabupaten Pelalawan yang mempunyai PDRB per
kapita terbesar.
Pertumbuhan Ekonomi
Pada kurun waktu 2001-2006, seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau
mencatat pertumbuhan ekonomi (tanpa migas) yang positif dan semua daerah
dapat mencapai pertumbuhan yang tinggi. Secara umum perkonomian
kabupaten/kota mengalami pertumbuhan antara 7 persen sampai 11 persen
per tahun.
Pada tahun 2006, Kabupaten Bengkalis mencatat pertumbuhan yang cukup
tinggi, meskipun hanya mengalami sedikit kenaikan dibandingkan tahun
sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkalis pada tahun ini
sebesar 7,69 persen atau hanya sedikit di atas laju pertumbuhan di dua
Kabupaten, yaitu Kabupaten Rokan Hulu (7,34%) dan Indragiri Hulu
(7,28%).
Selama kurun waktu enam tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi tertinggi
selalu dicapai oleh Kota Pekanbaru dengan rata-rata pertumbuhan 10,67
persen per tahun. Untuk tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru
mencapai 10,15 persen. Sementara Kabupaten yang mengalami pertumbuhan
terkecil adalah Kabupaten Indragiri Hulu, yaitu 7,28 persen.
Klassen Typology
Klassen Typology, pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator
utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita daerah. Dengan dua
indikator itu maka daerah dapat diklasifikasikan menjadi empat kuadran,
yaitu ;
1) daerah cepat maju dan cepat tumbuh;
2) daerah maju tapi tertekan;
3) daerah berkembang cepat; dan
4) daerah relatif tertinggal/rendah pendapatan dan pertumbuhannya dibanding daerah
yang lain.
Pada tahun 2006, PDRB per kapita (tanpa migas) Kabupaten Bengkalis atas
dasar harga konstan 2000 adalah yang terkecil di antara yang lain. PDRB
per kapita kabupaten bengkalis setengah dari PDRB per kapita Kabupaten
Kampar dan Indragiri Hulu. Terlihat bahwa hampir semua daerah yang
memiliki PDRB yang tinggi (jika termasuk migas) mengalami keadaan yang
sama, seperti halnya Kabupaten Siak.
Terlihat bahwa hampir semua kabupaten/kota mengalami pertumbuhan ekonomi
yang lebih rendah dari rata-rata seluruh kebupaten/kota, hanya sebanyak
tiga kabupaten saja yang masih mempertahankan di atas rata-rata.
Berdasarkan atas klassifikasi Klassen, pada tahun 2006 terdapat hanya
dua daerah yang menempati Kuadran I, yaitu Kota Pekanbaru dan Kabupaten
Kuantan Singingi. Dari sini dapat dikatakan bahwa pada tahun 2006 untuk
Provinsi Riau, Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kuntan Singingi termasuk
daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh, karena di kedua daerah ini baik
pertumbuhan ekonominya maupun PDRB perkapitanya di atas rata-rata
besaran ini dari seluruh kabupaten/kota.
Di Kuadran II terdapat Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir,
Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan. Selanjutnya yang berada pada
Kuadran IV adalah Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten
Siak, dan Kabupaten Bengkalis. Kota Dumai berbeda sendiri yang berada
di Kuadran III.
Secara umum kabupaaten/kota yang berada pada Kuadran IV bisa jadi karena
penghitungan Klassen Typology ini dengan menggunakan PDRB Per Kapita
tanpa migas, sedangkan di kabupaten/kota tersebut migas menjadi komponen
utama dalam perekonomiannya.
3.4 Narasi Interpretasi Angka-angka dari Data Sekunder yang didapat
(Lihat Lampiran)
Kesimpulan
Angka-angka pendapatan regional baik yang termasuk minyak bumi maupun
tanpa minyak bumi yng dimuat pada table 11.16-11.1.9 menunjukkan bahwa
pendapatan regional perkapita termasuk minyak bumi dan gas atas dasar
harga berlaku tercatat 9.506.995,57 rupiah untuk tahun 1998 atau
mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 1997 sebanyak
6.055.719,52 rupiah, angka untuk harga konstan menunjukkan 4.393.031,12
rupiah untuk tahun 1998 atau mengalami kenaikan dibandingkan tahun 1997
yang berjumlah 4.636.710,14 rupiah. Sedangkan pendapatan regional tanpa
minyak bumi tahun 1998 untuk harga berlaku tercatat 3.590.758,24 rupiah
atau menunjukkan kenaikan dibandingkan tahun 1997 yang berjumlah
2.485.543,49 rupiah, dan untuk harga konstan 1993 pendapatan regional
per kapita tanpa minyak bumi tahun 1998 adalah 1.878.140,93 rupiah ini
menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan tahun 1997 yang berjumlah
1.919.610,57 rupiah.
Geografi Pembangunan
Post Terpopuler
-
Garis kontur, yang sering diawali iso-iso itu, menunjukkan tempat-tempat yang punya nilai yang sama untuk variable tertentu. Dalam b...
-
PENGERTIAN GEOGRAFI PERTANIAN A. Pengertian geografi - Prof. Bintarto : Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gej...
-
Geografi budaya menurut Carl Sauer adalah ilmu pengetahuan yang menelaah sekitar tingkah laku manusia yang ditimbulkan karena adanya u...
-
Cara mengukur struktur bidang dengan kompas geologi: 1. Pengukuran jurus (Strike): letakkan kompas dengan sisi E menempel pada batuan te...
-
B. Hubungan Geologi dan Geografi Bintarto mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi, menganali...
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.
ayo segera bergabung dengan kami di F@N5P0K3R
mumpung lagi promo besar looo...
dapatkan bonus free chip, bonus rollingan, dan bonus refferalnya
ditunggu apa lagi ayo segera bergabungan dengan kami ya :* ;)
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)